Featured post

Prinsip Usaha Orang China dan orang non China, seperti Papua, Indonesia

Pernahkah melihat warung kelontong kecil di sudut kota, dijaga oleh pria tua bersendal jepit, celana pendek, dan kaos lusuh tapi...

Search This Blog

slider

Wednesday, July 2, 2025

Prinsip Usaha Orang China dan orang non China, seperti Papua, Indonesia

Pernahkah melihat warung kelontong kecil di sudut kota, dijaga oleh pria tua bersendal jepit, celana pendek, dan kaos lusuh tapi tiap minggu bisa setor puluhan juta ke distributor barang? Atau restoran Chinese food sederhana yang pengunjungnya selalu ramai, dikelola oleh keluarga yang setiap harinya bahu-membahu, dari dapur sampai kasir? Dari luar terlihat biasa, tapi siapa sangka mereka sudah beli dua ruko dan tanah di belakang pasar. Ini bukan cerita fiksi. Ini nyata. Dan inilah salah satu cermin dari filosofi kaya lintas generasi orang-orang China.

Orang China punya prinsip hidup yang kadang berbanding terbalik dengan cara kita menjalani hari. Di saat sebagian besar dari kita baru dapat bonus kerja sudah buka marketplace, mereka justru mencatat hasil penjualan dan menghitung biaya operasional. Bagi mereka, bisnis adalah pondasi, bukan ajang validasi. Ada pepatah Tionghoa kuno berbunyi “Qiong yang shengyi, tu yang jizid”, artinya bisnis dipelihara dalam kesederhanaan, lalu kekayaan pribadi akan datang setelahnya. Maka tak heran bila mereka lebih memilih pakai motor bebek 15 tahun daripada beli mobil baru, selama toko mereka bisa buka cabang.

Perbedaan ini semakin kentara ketika kita melihat bagaimana orang Tionghoa memandang waktu dan kesabaran. Mereka punya filosofi “zuo shi yao changyuan”, yaitu berpikir jangka panjang. Sabar membangun bisnis meski bertahun-tahun belum terlihat hasilnya. Sedangkan kita? Baru sebulan jualan online nggak laku, sudah overthinking, minta ganti nama brand, atau bahkan nyerah total. Mereka siap kerja keras 10 tahun, kita ingin viral 10 hari.

Dalam pengelolaan uang, prinsip “jiejian shi meide” atau hemat adalah kebajikan menjadi gaya hidup turun-temurun. Anak-anak diajari untuk mencatat pengeluaran sejak kecil. Modal bukan untuk dibanggakan, tapi diputar agar makin besar. Mereka tidak pusing harus tampil mewah, karena tujuan utamanya adalah membesarkan bisnis, bukan sekadar memoles citra. Bandingkan dengan kita yang kadang baru gajian langsung update OOTD dan kopi mahal, meskipun cicilan belum lunas.

Lebih jauh, kekuatan orang Tionghoa juga terletak pada keharmonisan keluarga. 
“Jia he wan shi xing”, jika keluarga kompak, semua urusan akan lancar. Mereka percaya bahwa rezeki bisa dilipatgandakan lewat sinergi antar anggota keluarga. Banyak bisnis besar yang dibangun mulai dari ayah-ibu dan diteruskan anak-anaknya. Semua ikut kerja, tidak ada yang gengsi. Sementara kita sering kali menghindari kerja sama dengan saudara karena takut ribut, atau malah ribut duluan hanya karena urusan pembagian hasil.

Satu nilai lain yang luar biasa kuat dalam budaya bisnis China adalah guanxi, jaringan relasi. “Guanxi jiu shi caifu”, relasi adalah kekayaan. Mereka membangun hubungan bertahun-tahun, bahkan tanpa kontrak, karena yang dijaga bukan cuma keuntungan, tapi kepercayaan. Kontras dengan kita yang kadang sekali dipercaya, malah jadi kesempatan untuk main curang. Mereka tahu bahwa bisnis yang sehat itu dibangun dari kepercayaan yang dijaga, bukan dari mulut manis saat pitching.

Tentu kita tidak bisa menyamaratakan semua orang Indonesia hidup dengan prinsip instan. Tapi tren dan data menunjukkan bahwa kebiasaan konsumtif masih merajalela. Data dari BPS dan OJK beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa lebih dari 50% anak muda Indonesia tidak punya dana darurat. Bahkan survei Katadata pada 2022 mencatat bahwa 7 dari 10 responden usia 20-35 tahun lebih mementingkan gaya hidup daripada menabung atau investasi. Di sisi lain, keluarga-keluarga China, bahkan dari generasi bawah, memiliki portofolio properti atau usaha sejak muda.

Bandingkan dengan tren “gaya dulu, mikir belakangan” yang kini menjamur. Tidak sedikit orang yang memaksakan diri terlihat sukses, padahal baru satu kali menang proyek. Celakanya, validasi semacam ini sering mendapat tepuk tangan, sehingga makin banyak yang tergoda. Kita lupa, kaya itu bukan soal penampilan, tapi soal kemampuan bertahan dan berkembang secara konsisten. Bahkan, ada fenomena orang yang rela berutang hanya demi terlihat punya branding pribadi yang “naik kelas.”

Apakah semua orang China sukses dan tidak punya masalah? Tentu tidak. Tapi apa yang bisa kita pelajari adalah sistem nilai yang mereka jaga secara turun-temurun. Mereka tahu bahwa hidup adalah maraton, bukan sprint. Dan kekayaan sejati bukan untuk dipamerkan, melainkan diwariskan dalam bentuk aset, etos kerja, dan prinsip hidup. Kalau semua ini terasa menampar, mungkin memang kita perlu ditampar. Tapi bukan untuk merendahkan, melainkan untuk membangunkan. Kita masih bisa belajar. Kita masih bisa berubah. Karena pada akhirnya, pilihan ada di tangan kita sendiri, mau terus cari validasi dari lingkungan, atau mulai membangun fondasi untuk masa depan.

Jika kita hari ini masih berjuang, ingatlah bahwa pelan bukan berarti tertinggal. Tapi asal langkahnya konsisten dan fondasinya kuat, maka kita sedang menuju sesuatu yang jauh lebih berharga dari sekadar pujian singkat. Bangun bisnis itu dari ketekunan, bukan gengsi. Simpan cuanmu untuk ekspansi, bukan eksistensi. Gengsi bisa ditunda, tapi pondasi harus diprioritaskan.

Karena sukses itu bukan soal terlihat, tapi tentang bertahan dan meninggalkan jejak yang bisa diwariskan.
---

#ceritabisnis
Disclaimer:
Tulisan ini merupakan ulasan sederhana terkait fenomena bisnis atau industri untuk digunakan masyarakat umum sebagai bahan pelajaran atau renungan. Walaupun menggunakan berbagai referensi yang dapat dipercaya, tulisan ini bukan naskah akademik maupun karya jurnalistik. Sumber dari ukm_eksporter_indonesia yang telah dikembangkan.

Tuesday, June 24, 2025

Petrus Kinggo, seorang tokoh adat dari Suku Mandobo Menyesal Sampai Mati

Pada tahun 2015, Petrus Kinggo, seorang tokoh adat dari Suku Mandobo, mengambil keputusan yang hingga hari ini ia sesali. Saat itu, ia menjadi koordinator bagi 10 marga untuk melepas hutan adat mereka kepada anak perusahaan Korindo Group, perusahaan sawit asal Korea Selatan.

Iming-iming yang ditawarkan perusahaan terdengar sangat meyakinkan: biaya pendidikan anak, pembangunan rumah, sumur air bersih, dan genset. Karena percaya, Petrus membujuk marga-marga lain agar mengikuti jejaknya.

Hutan adat milik marga Kinggo seluas 4.885 hektar dilepas dengan harga ganti rugi sebesar Rp 100.000 per hektar. Total uang yang diterima Petrus adalah Rp 488.500.000, ditambah uang permisi sebesar Rp 1 miliar yang dibagi kepada sembilan marga.

Kini, hutan itu telah berubah menjadi area konsesi kelapa sawit milik PT Tunas Sawa Erma seluas lebih dari 19.000 hektar. kini Yang tersisa hanyalah rasa kehilangan, penyesalan, dan tanah adat yang tak akan pernah kembali.

© Instagram: wrongarea

Thursday, June 19, 2025

Dr Ibrahim Peyon: Pantai versus Gunung


Berdasarkan kajian antropologi, leluhur orang Papua tercipta /diciptakan oleh penciptanya di suatu tempat. Dari tempat itu mereka berkembang dan tersebar dan terbentuk berbagai etnik, bahasa dan budaya sebagai proses evolusi, adaptasi dan akulturasi. Berbagai penelitian antropologi menjelaskan suku-suku yang mendiami di bagian timur dari pulau ini (PNG) mengatakan leluhur mereka bergerak dari barat ke Timur. Kelompk-kelompok suku yang mendiami di provinsi Oro, Port Moreby, dan Milme mengatakan keluhur mereka bergerak dari barat ke timur, dan mereka muncul di gunung Gunumini yang oleh orang asing disebut Owen Stanley di belakang ibu kota Moresby sekarang, dari sana mereka bergerak ke selatan, ujun pulau ini. Studi arkeologi juga temukan mereka mendiami wilayah itu 30.000 tahun lalu, tempat perpindahan ketiga dari situs Gunumini. Ahli linguisti, Wurd juga menjelaskan bahasa Papua bergerak dari barat ke Timur di wilayah itu dan berusia 30. 000 tahun.

Suku-suku Papua yang mendiami di wilayah selatan baik West Papua maupun PNG menjelaskan leluhur mereka turun dari dataran tinggi melalui sungai-sungai besar yang ada. Kisah tersebut dibuktikan dengan studi arkelogi di beberapa wilayah seperti Teluk Papua dan suku-suku di muara sungai Fly, hingga pulau-pulau di Selat Tores. Bukti arkeologi menyatakan suku-suku ini mencapai wilayah ini 300 tahun lalu, leluhur mereka turun dari wilayah pegunungan melalui sungai fly dan Muraya Suku-suku yang mendiami di wilayah utara mulai dari Huon, Sandauan, dan sepanjang aliran Sepik juga mengatakan leluhur mereka berasal dari dataran tinggi.

Kesamaan karakteristik ini juga dideskripsikan oleh antropolog yang melakukan studi etnografi pada suku-suku di Mamberamo, wilayah Jayapura, hingga ke Nabire. Demikian juga suku-suku yang mendiami di bagian barat dataran tinggi seperti Hubula, Lani, Moni, Damal hingga Mee, mereka mengakui leluhur mereka berasal dari bagian timur.

Di Wilayah Kerom, Jayapura hingga Sarmi, dalam berbagai studi etnografi menjelaskan pandangan yang sama, seperti suku Elseng yang mengakui leluhur mereka turun dari arah Oksibil, dan suku-suku yang mendiami dataran dan pebukitan wilayah ini. Elseng secara etnik populasi mereka sedikit, tetapi secara geografis suku yang memiliki wilayah sangat luas, mulai dari Teluk Yotefa hingga Mamberamo. Wilayah suku ini mencakup Kabupaten Jayapura, Kerom dan kota Jayapura. Diyakini suku ini sebagai suku asli tertua di wilayah kota ini.

Sebagian suku-suku di sekitar Danau dan Teluk Yotefa hingga ke perbatasan RI-PNG mereka memiliki afiliasi kuat secara antropologi dengan masyarakat di Sepik Barat. Dalam berbagai kisah menjelaskan mereka bermigrasi dari Sepik Barat ke arah barat dan menduduki sebagian wilayah di Kota Jayapura dan Sentani. Misalnya, orang Sentani bergerak dari timur ke barat, mereka masuk dan mendiami tanah Buyakha saat ini, demikian juga suku-suku di Teluk Yotefa.

Secara internal baik suku maupun klan-klan ini terus bergerak dari satu lokasi ke lokasi lain, misalnya, beberapa klan yang dulunya mendiami pemukiman di perbukitan di sebelah Timur pantai Holtekam, dimana bukit ini dikenal dengan nama gunung Rollo. Beberapa klan-klan ini tinggalkan pemukiman mereka di bukti Rollo dan turun ke lembah yang kini disebut Skow. Mereka diterima oleh Ondoafi Patipeme dan masyarakat Skow untuk tinggal bersama dan memberikan hak mengatur keamanan untuk jaga kampung ini oleh Ondoafi tersebut sebagai penguasa asli di kampung tersebut. Meskipun, sejarah demikian dalam praktiknya, sering menimbulkan ketegangan dalam perebutan sumber daya khususnya status tanah di wilayah lembah sekitar Goya dan Skow, dimana Rollo lebih banyak memainkan peran dalam transaksi tanah ketimbang Patipeme sebagai Ondoafi besar dan ahli waris di wilayah tersebut.
Demikian juga, semua suku-suku di New Guinea terbentuk oleh proses evolusi, adaptasi alam dan budaya, akulturasi dengan kebudayaan lain dan proses migrasi internal. Karena itu, ditemukan banyak kesamaan secara fenotipe dan genotipe, morfologi, linguistik, budaya, kesamaan dan kemiripan nama-nama klan.

Singkatnya adalah orang Papua satu kelurga dan etnik-etnik di Papua terbentuk proses evolusi, adaptasi, dan akulturasi.

Kira-kira begitu catatan buat Bpk Walikota Jayapura.

Tuesday, June 17, 2025

The Art of Managing People, Time & Money: Inspiration and Wisdom for Every Entrepreneur

"The Art of Managing People, Time & Money: Inspiration and Wisdom for Every Entrepreneur" by Rich Russakoff is a comprehensive guide designed to provide valuable insights and strategies for entrepreneurs seeking success in managing various aspects of their businesses.

Russakoff draws on his experience as a business consultant to offer practical advice on managing three critical elements for entrepreneurial success: people, time, and money. The book serves as a resourceful toolkit, addressing key challenges faced by entrepreneurs and providing actionable solutions.

In the realm of managing people, Russakoff explores topics such as effective leadership, team building, and fostering a positive work culture. He emphasizes the importance of understanding human dynamics, building strong teams, and inspiring employees to achieve their best potential.

Regarding time management, the book offers strategies for optimizing productivity, prioritizing tasks, and maximizing efficiency. Russakoff guides entrepreneurs on how to make the most of their time, avoid common pitfalls, and create systems that enhance workflow.

In the domain of financial management, the author provides insights into smart financial practices, budgeting, financial planning, and strategies for revenue growth. He helps entrepreneurs understand the importance of financial literacy and how to effectively manage money to sustain and grow their businesses.

Throughout the book, Russakoff infuses inspiration and wisdom from his own experiences and those of successful entrepreneurs. He offers motivational anecdotes and actionable advice that cater to the diverse challenges faced by individuals starting or managing their businesses.

"The Art of Managing People, Time & Money" serves as a comprehensive guidebook that equips entrepreneurs with the knowledge, strategies, and inspiration needed to navigate the complexities of managing people, optimizing time, and effectively handling financial aspects within their entrepreneurial ventures.

BOOK: https://amzn.to/3TsezgV

You can also get the audio book for FREE using the same link. Use the link to register for the audio book on Audible and start enjoying it.

Monday, June 16, 2025

Change Your Thinking to Change Your Life

Change Your Thinking to Change Your Life by Kate James is a warm, transformative embrace disguised as a book, guiding readers through the fog of self-doubt toward a life of purpose and joy. This gem, penned by an Australian mindfulness coach with decades of experience, blends positive psychology, Acceptance and Commitment Therapy (ACT), and mindfulness into a practical workbook for self-discovery. James’s gentle, conversational prose feels like a trusted friend sharing hard-earned wisdom, offering exercises like journaling prompts and gratitude practices that invite reflection without overwhelming. Her stories, from clients overcoming imposter syndrome to her own lessons from loss, ground the book’s techniques in real-life struggles and triumphs. 

7 Lessons from Change Your Thinking to Change Your Life:
    1. Know Your True Self
James emphasizes self-awareness through exercises like identifying core values. Her story of a client rediscovering passion through reflection inspired me to list my own values, clarifying what truly matters.

    2. Challenge Negative Thoughts
Using ACT, James teaches reframing distorted thinking, like imposter syndrome. Her example of a woman overcoming self-doubt by resetting expectations helped me reframe my own critical inner voice.

    3. Gratitude Shifts Perspective
Practicing gratitude balances the brain’s negative bias, James notes, citing a client’s mood lift from daily journaling. Trying this, I found small joys—like a sunny walk—brightened my outlook.

    4. Mindfulness Grounds You
James advocates staying present to ease anxiety, sharing how mindfulness helped her through grief. Practicing her breathing exercise during stress calmed my racing thoughts.

    5. Embrace Imperfection
Life isn’t about a perfect endpoint, James writes, reflecting on losing her friend Reneé. This taught me to find beauty in my flawed days, easing my perfectionist tendencies.

    6. Take Small Steps for Change
James’s workbook encourages tiny, actionable steps, like a client starting a side hustle. This pushed me to try one small goal, like writing daily, building momentum over time.

    7. Build Resilience Through Values
Living by your values fosters strength, James explains, using a story of a man realigning his career with purpose. This motivated me to make choices reflecting my priorities, boosting my confidence.

Change Your Thinking to Change Your Life is a compassionate, practical guide that empowers readers to rewire their minds and rediscover life’s wonder. James’s wisdom makes it a must-read for anyone seeking purposeful transformation.

GÊT BOOK: https://amzn.to/45UxKaz

You can also get the Audio book for FREE using the same link. Use the link to register for the Audio book on Audible and enjoy 👆👆

Success Through a Positive Mental Attitude

Success. That magical word that everyone chases. Some think it’s all about talent. Others say it’s luck. And then there’s Napoleon Hill, who boldly tells us, “Nope, it’s all in your mindset.”

Success Through a Positive Mental Attitude isn’t just about thinking happy thoughts—it’s about rewiring your brain to see possibilities where others see dead ends. It’s about training yourself to win, even when life keeps throwing curveballs. So, let’s dive into seven powerful lessons from this classic, and who knows? Maybe by the end of this, you’ll be looking at life with a whole new attitude.

1. Your Thoughts Shape Your Reality:
Hill’s biggest message? The way you think determines the life you create. If you constantly expect failure, you’ll find it. But if you approach life with a positive mental attitude (PMA), opportunities will start showing up where you least expect them. Your mind is like a GPS—set it toward success, and that’s where you’ll end up.

2. Defeat Is a Teacher, Not a Life Sentence:
Ever feel like the universe is personally attacking you? Hill would tell you that setbacks aren’t roadblocks; they’re lessons in disguise. Instead of giving up when things go wrong, ask, “What is this teaching me?” Successful people aren’t those who never fail—they’re the ones who fail, learn, and keep going.

3. You Become Who You Surround Yourself With:
Your environment and the people you spend time with influence your mindset. Hang out with complainers, and you’ll start complaining. Surround yourself with ambitious, positive thinkers, and suddenly, success feels possible. Hill reminds us that success is contagious—so choose your company wisely.

4. Every Problem Has a Solution—If You Look for It:
Hill believed that problems are just unsolved opportunities. Instead of focusing on what’s wrong, shift your mind toward solutions. When you adopt a problem-solving attitude, obstacles become puzzles to figure out rather than barriers that stop you.

5. Action Beats Perfection Every Time:
Overthinking kills more dreams than failure ever will. Hill teaches that successful people don’t wait for the “perfect time” (spoiler: it doesn’t exist). They take action, make mistakes, and adjust along the way. The sooner you start, the sooner you learn, and the closer you get to success.

6. Gratitude and Optimism Are Power Moves:
A positive attitude isn’t just about smiling through tough times—it’s about training your brain to focus on possibilities instead of limitations. Gratitude rewires your mindset, making you more resilient and open to success. The happiest people aren’t the ones with perfect lives; they’re the ones who choose to see the good in what they have.

7. You Have to Believe It Before You See It:
Hill’s ultimate lesson? If you don’t believe in yourself, nobody else will. Confidence isn’t something you’re born with—it’s something you build by consistently choosing faith over doubt. The most successful people didn’t wait for proof they could succeed; they acted like success was inevitable. And eventually, it was.

Success Through a Positive Mental Attitude isn’t about wishful thinking—it’s about mental discipline. It’s about choosing to see possibilities, taking action, and refusing to let negativity run the show. Because in the end, success isn’t just about what you do—it’s about how you think.

GÊT BOOK:https://amzn.to/3G1A8BO

You can ENJOY the AUDIOBOOK for FREE (When you register for Audible Membership Trial) using the same link above 👆👆

A Whole New Mind: Why Right-Brainers Will Rule the Future

7 lessons on "A Whole New Mind: Why Right-Brainers Will Rule the Future" by Daniel H. Pink:

Lesson 1: The Right Brain's Rise to Prominence
The traditional emphasis on left-brain skills, such as logic, analysis, and sequential processing, has dominated the world of business and education for decades. However, in "A Whole New Mind," Daniel Pink argues that the right brain's intuitive, empathetic, and pattern-recognition abilities are becoming increasingly important in today's rapidly changing world.

Lesson 2: The Six Right-Brain Skills for the 21st Century
Pink identifies six key right-brain skills that will be essential for success in the 21st century:

1. Design: The ability to create visually appealing and functional products, services, and experiences.

2. Storytelling: The ability to craft compelling narratives that connect with emotions and inspire action.

3. Symphony: The ability to see patterns and connections between seemingly disparate ideas.

4. Empathy: The ability to understand and share the feelings of others.

5. Play: The ability to approach work with a sense of curiosity, experimentation, and joy.

6. Meaning: The ability to find purpose and fulfillment in one's work.

Lesson 3: The Shift from Left-Brain to Right-Brain Dominance
Pink argues that the shift from an industrial to an information-based economy has led to a decline in the demand for traditional left-brain skills, while the demand for right-brain skills has increased. This shift is evident in the rise of creative professions, such as design, marketing, and entertainment.

Lesson 4: The Importance of Right-Brain Education
Pink calls for a reassessment of our educational systems, emphasizing the development of right-brain skills alongside traditional left-brain skills. He proposes a more holistic approach to education that nurtures creativity, empathy, and problem-solving abilities.

Lesson 5: Cultivating Right-Brain Thinking in the Workplace
Pink provides practical strategies for individuals and organizations to cultivate right-brain thinking in the workplace. He suggests fostering a culture of collaboration, encouraging experimentation, and rewarding creativity.

Lesson 6: The Right-Brain Revolution
Pink argues that the rise of the right brain is not just a change in the way we work; it is a fundamental shift in human consciousness. He suggests that we are moving towards a more holistic and interconnected way of understanding the world.

Lesson 7: Embracing the Right Brain's Potential.

Book: https://amzn.to/4n2V4ch

You can also get the audio book for free using the same link above when you register on the Audible Platform and start enjoying it.